Ngeuyeuk Seureuh: Tradisi Adat Sunda yang Menarik Perhatian

By The Bride Dept on under How To, Tata Cara Adat

Ngeuyeuk Seureuh: Tradisi Adat Sunda yang Menarik Perhatian

Selalu menarik menyaksikan pernikahan dengan tema tradisional, terlebih saat pasangan pengantin melangsungkan beragam prosesi yang ada di dalamnya. Selain penuh makna dan doa baik bagi pasangan pengantin, beberapa prosesi biasanya diselingi canda yang dapat memancing tawa. Dalam tradisi pernikahan Sunda misalnya, salah satu prosesi yang menarik dan hampir selalu dilakukan adalah Ngeuyeuk Seureuh. Ingin tahu lebih lengkap tentang prosesi ini? Simak ngeuyeuk seureuh: tradisi adat Sunda yang menarik perhatian di sini!

Arti Ngeuyeuk Seureuh

Berasal dari kata ‘ngaheuyeuk‘ yang berarti mengolah, tujuan prosesi ini untuk meminta restu kepada orang tua kedua calon pengantin di rumah pihak wanita. Biasanya dilaksanakan sehari sebelum akad nikah atau bersamaan dengan seserahan. Prosesi ini juga dipenuhi dengan nasehat dalam menjalani hidup berumah tangga dan tidak jarang juga mengandung edukasi seks.

Ngeuyeuk seureuh dipimpin oleh seorang Nini Pangeuyeuk atau wanita yang telah paham akan prosesi ini dan biasanya juga merupakan juru rias adat Sunda. Tidak semua orang boleh hadir dalam upacara ini, hanya calon pengantin, keluarga terdekat dan orang tua yang memiliki peran khusus. Tak hanya itu, mengingat ada unsur edukasi seks didalamnya, seorang gadis, anak remaja yang belum mengalami pubertas dan wanita dewasa yang belum menikah juga biasanya tidak diizinkan hadir dalam prosesi ini.

Melalui ritual ini, calon pengantin diharapkan dapat mewujudkan filosofi ‘Kawas Gula Jeung Peuet’ yang secara harfiah berarti ‘bagaikan gula dengan nira yang sudah matang’. Bila diartikan secara lebih jelas, peribahasa ini menggambarkan hidup yang rukun, saling menyayangi dan jauh dari perselisihan.

Prosesi Ngeuyeuk Seureuh

Tradisi adat Sunda ini memiliki beberapa tahapan di dalamnya, inilah langkah-langkah yang dilakukan saat melangsungkan ngeuyeuk seureuh:

Upacara Pembukaan

Untuk memulai upacara ini, nini pangeuyeuk akan memberikan tujuh helai benang kanteh (benang tenun) sepanjang dua jengkal kepada kedua calon pengantin. Kedua calon pengantin kemudian saling memegang ujung benang sebagai tanda cinta kasih sambil duduk menghadap orang tua untuk meminta doa restu. Setelah mendapat ijin dan restu, orang tua akan memotong benang yang dipegang oleh kedua calon pengantin sebagai tanda bahwa upacara akan dimulai.

Kidung atau Syair

Nini Pangeuyeuk akan membawakan kidung atau syair yang berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil menaburkan beras kepada kedua calon pengantin. Hal ini melambangkan kehidupan yang sejahtera bagi keduanya.

Nasehat Pengantin

Kedua calon pengantin kemudian ‘dikeprak’ atau dipukul perlahan dengan sapu lidi, sambil diberikan nasehat terkait hidup berumah tangga. Hal ini dimaksudkan agar mereka bisa memupuk kasih sayang antara satu sama lain dan mau bekerja keras demi kesejahteraan keluarga.

Pangeuyeukan

Selanjutnya kain putih yang menutupi berbagai perlengkapan ‘pangeuyeukan‘ dibuka, melambangkan rumah tangga yang dimulai tanpa cela. Kedua calon pengantin lalu mengangkat dua buah pakaian di atas kain pelekat (sarung). Hal tersebut melambangkan kerja sama suami dan istri dalam mengelola rumah tangga.

Menuju Kamar Pengantin

Kedua pakaian yang telah diangkat kemudian dibawa ke kamar pengantin, menandakan penggabungan harta kekayaan yang harus dijaga bersama. Termasuk juga harta kekayaan nonmaterial seperti orang tua. Calon pengantin pria ikut masuk ke dalam kamar calon pengantin wanita, sebagai simbol bahwa hanya dia pria yang boleh masuk ke kamar itu.

Membelah Mayang Jambe

Calon pengantin pria selanjutnya membelah mayang jambe dengan hati-hati, agar tidak rusak atau patah. Mayang jambe ini melambangkan kelembutan hati wanita, sehingga seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan kesabaran dan kebijaksanaan.

Membelah Pinang

Setelah itu, calon mempelai pria dipersilahkan untuk membelah pinang menjadi dua. Prosesi ini melambangkan bahwa pasangan suami istri harus seperti peribahasa ‘Bagai pinang yang dibelah dua’. Hal ini juga menggambarkan tiga sifat utama pandangan hidup orang sunda, yaitu ‘Silih Asih, Silih Asuh, dan Silih Asah,’ yang berarti saling menyayangi, saling menjaga dan saling mengajari. Calon pengantin pria kemudian diminta untuk menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin wanita.

Membuat Lungkun

Kedua calon pengantin kemudian diminta untuk membuat lungkun, yaitu dua lembar daun sirih bertangkai berhadapan yang digulung memanjang menjadi satu dan diikat dengan benang kanteh. Hal ini dilakukan oleh kedua calon pengantin dan setiap orang tua yang hadir, sebagai lambang kerukunan. Sisa sirih yang ada lalu dibagikan kepada orang-orang yang hadir. Hal ini berarti jika dikemudian hari kedua calon pengantin memiliki rejeki berlebih, mereka harus selalu berbagi dengan keluarga yang membutuhkan.

Mengambil Uang di Bawah Tikar

Kedua calon pengantin dan para tamu kemudian akan berlomba mengambil uang yang ada di bawah tikar, sesuai dengan aba-aba Nini Pangeuyeuk. Hal ini menandakan bahwa pasangan suami istri mau bekerja keras untuk mencari rejeki demi kesejahteraan rumah tangga dan agar dikasihi oleh sanak saudara.

Membuang Perlengkapan Ngeuyeuk Seureuh

Sisa-sisa perlengkapan Ngeuyeuk Seureuh tadi kemudian dibuang ke persimpangan jalan oleh kedua calon pengantin dan para tetua. Setelah membuang sisa-sisa ini, mereka tidak diperbolehkan menoleh kebelakang. Hal ini melambangkan bahwa calon pengantin sudah membuang hal-hal yang buruk dan mengharapkan kebahagiaan dalam menempuh hidup baru. Dibuangnya pun di persimpangan jalan agar segala keburukan dari keempat penjuru angin tidak datang.

Menyalakan Tujuh Lilin

Prosesi terakhir adalah menyalakan tujuh buah lilin. Hal ini diambil dari kosmologi Sunda akan jumlah hari yang diterangi matahari, sehingga melambangkan harapan akan kejujuran dalam membina kehidupan rumah tangga.

Itulah ngeuyeuk Seureuh: tradisi adat Sunda yang menarik perhatian! Tradisi pernikahan Sunda yang tentunya kaya akan makna dan juga doa.

Photo : Visuel Project