Pernikahan Outdoor di Pine Forest Camp Maribaya

By Leni Marlin on under The Wedding

Style Guide

Style

Traditional

Venue

Outdoor

Colors

Vendor That Make This Happened

Holy Matrimony

Venue Chapel St.Angela Bandung

Event Styling & Decor Bozza

Photography Freyja Photography

Videography Capotrait

Bride's Attire Harry Lam

Make Up Artist Elizabeth Cindy

Wedding Organizer Bozza

Wedding Reception

Venue Pine Forest Camp Maribaya

Event Styling & Decor Pepper Suite

Photography Freyja Photography

Catering The Fat Fingers (Canape)

Wedding Cake Sucre

Wedding Entertainment Stevie Adjie (Guitarist)

Wedding Organizer Bozza

Agnes dan Andre telah saling mengenal sejak kelas 2 SMP. Mereka mulai berpacaran saat duduk di bangku kelas 2 SMA. Setelah lulus, mereka pun berangkat ke Melbourne, Australia, untuk melanjutkan studi dan bekerja. Mereka menetap di Melbourne selama kurang lebih 4 tahun hingga kembali ke Bandung. Bila dihitung, sebelum menikah, usia hubungan mereka sudah mencapai 9 tahun. Mereka mempersiapkan pernikahan di tempat outdoor yang bernuansa hutan rindang di Pine Forest Camp Maribaya. Kisah mereka dapat menjadi inspirasi kamu, brides. Yuk, baca selengkapnya!

“Sebenarnya rencana pernikahan mengalir begitu saja, tanpa ada proposal atau lamaran. Kami merasa sudah waktunya menikah setelah lama berpacaran. Jadi, saya pun tidak expect sebuah proposal,” tutur Agnes. Namun, sehari sebelum wedding day, yaitu pada saat final check persiapan di wedding venue, Andre membuat surprise. Tanpa alasan, ia mengajak Agnes, Wenwen (EO), dan William (bestman) ke area kosong yang berlatar lembah gunung dan pine forest. Di sana, Andre tiba-tiba mengeluarkan cincin dan officially melamar Agnes. Wenwen dan William ternyata diminta membantu Andre dalam surprise proposal itu sekaligus mengabadikan moment.

Persiapan dimulai 10 bulan sebelum hari-H karena mereka ingin santai dan tidak terlalu stressful. Menurut Agnes, tantangan terbesar yang mereka hadapi saat persiapan adalah mencari vendor yang sesuai dengan konsep yang mereka inginkan, yaitu sederhana dan intimate. “Kami ingin make sure wedding kami tidak menjadi typical wedding yang terlalu mewah atau glamour,” kata Agnes. So, mereka mencari vendor yang benar-benar mengerti dan bisa membantu mewujudkan dream wedding tersebut.

Wedding impian Agnes adalah wedding dengan suasana hutan pegunungan. Jadi, Agnes pun mencoba mencari lokasi yang tepat melalui internet dengan keyword “pine forest”. Lalu, muncullah Pine Forest Camp yang terletak di Maribaya, Lembang. Karena foto-fotonya terlihat bagus, mereka pun memutuskan untuk melihat langsung ke lokasi.

“Saat kami sampai di sana, we instantly fell in love with it. Mood dreamy, misty, peaceful dengan winter feel sangat terasa. Tanpa ragu, kami pun memutuskan Pine Forest Camp sebagai wedding venue kami,” jelas Agnes.

Ide rustic vintage outdoor wedding yang mereka gunakan dalam wedding reception ini berasal dari Agnes saat ia masih studi di Melbourne. Pada waktu itu, ia sering browsing di Tumblr dan sering melihat postingan dengan tema wedding seperti itu. Ia pun langsung jatuh cinta.

“Kesulitannya terletak pada jarak yang jauh dan cuaca yang saat itu musim hujan. Kami sudah memprediksi hal itu dan sebenarnya tidak menjadi masalah bagi kami. Cuma, keadaan itu mungkin inconvenient untuk para tamu,” kata Agnes. Karena itu, saat membuat RSVP undangan beberapa bulan sebelumnya, mereka menjelaskan dan memastikan para tamu aware dengan kondisi itu. Dengan demikian, mereka tidak kaget jika memutuskan untuk hadir.

Memilih Pine Forest Camp Maribaya tidak lepas dari kesukaan keduanya pada alam. “We love everything about nature,” tegas Agnes. Untuk merepresentasikan outdoors in general, khususnya forest wedding yang mereka impikan, pohon atau kayu adalah elemen yang sesuai. Karena itu, mereka memilih nama-nama pohon sebagai table names. “Kami memiliki beberapa group of friends and families yang berbeda-beda, mulai dari teman SMP, SMA, kuliah, sports, dan Melbourne. Kami mengelompokkan mereka sesuai grup masing-masing. Ada sekitar 180 yang hadir pada saat itu.”

Sebelum acara dimulai, sementara Agnes dan Andre melakukan sesi foto, para tamu disuguhi canapes and drinks (cocktail time). Setelah sesi foto selesai, acara pun dimulai dengan bridal entrance, cake cutting, dan dining. Acara diisi dengan musik dari DJ dan violist, termasuk speech dari teman-teman terdekat di sela-sela dinner time. Menjelang after party, liquor shots dibagikan. Dance time pun dimulai. “Teman kami dari Melbourne tanpa malu-malu turun ke dance floor dan have fun dancing and singing under the rain diiringi DJ. Baru setelah itu teman-teman yang lain pun bergabung,” kisah Agnes.

Agnes dan Andre sangat menikmati kebersamaan, intimacy, kesederhanaan, dan cerita-cerita yang dibagikan saat wedding reception. “Yang sempat membuat panik adalah saat Pastur yang akan memberkati pernikahan kami terlambat 2 jam karena macet yang tak terduga. Kami pikir kami akan batal menikah di chapel St. Angela, Bandung hari itu. Syukurlah, semua berjalan lancar dan kejadian itu menjadi bagian yang tak terlupakan di wedding day kami.”

Cukup sulit bagi Agnes dan Andre menentukan top 3 vendors yang paling mendukung kelancaran wedding mereka. “Semua vendor adalah hasil pilihan kami secara pribadi. Jadi, semuanya kami anggap paling sesuai. Masing-masing vendor pun sudah memberikan yang terbaik,” jelas Agnes.

Tips dari Agnes untuk brides-to-be lainnya adalah, “Jangan mudah ikut arus tren wedding yang tidak sesuai dengan kepribadian Anda. Wedding Anda adalah a place for you to express yourselves, not to impress people. Selain itu, pemilihan vendor yang tepat adalah modal penting untuk mewujudkan dream wedding agar tidak melenceng dari rencana. But the most important thing is to have fun on your own wedding day with your special ones.”