Pernikahan Adat Jawa dengan Tema Pedesaan

By NSCHY on under The Wedding

Style Guide

Style

Traditional

Venue

Hotel

Colors

Vendor That Make This Happened

Akad Nikah

Photography Michael Timothy

Event Styling & Decor Azka Anggun Art

Bride's Attire Ibu Ramona

Pemandu Adat Ibu Tinuk Rifqi

Catering Dwi Tunggal Citra

Ngunduh Mantu

Venue Ritz Carlton Mega Kuningan

Event Styling & Decor Elssy Design

Berawal dari mencari teman untuk membuka kelas baru untuk bimbingan belajar persiapan Ujian Nasional, Adit dan Amalia dipersatukan menjadi sepasang kekasih hingga menjadi sepasang suami istri.

Berpacaran sejak tahun 2008 setelah lulus SMA, Adit dan Amalia sudah diberikan berbagai macam cobaan hubungan jarak jauh yang membuatnya pernah berpacaran dengan orang lain lagi. Tapi apa mau dikata kalau memang Tuhan sudah berkehendak dan memutuskan jodoh, 8 tahun berpacaran mereka buktinya sukses mendapatkan status suami istri, tuh.

18 Maret 2015, tepat di ulang tahun Amalia ke 25 lah Adit memutuskan untuk melamar pujaan hatinya itu. Adit memang sudah berencana untuk memberikan surprise ke Amalia, sekaligus membawa teman-temannya itu untuk meramaikan. Boleh dibilang, Adit nggak cuma memberikan kejutan ke Amalia, tapi juga ke teman-teman Amalia. Pasalnya, nggak ada yang tau kalau di situ Adit bakal ngelamar Amalia!

“Pas mau pulang, Adit buka bagasi mobil dan ngambil kotak. Ternyata isinya cincin. Ternyata semuanya pun pada nggak tau, jadi bener-bener full of surprise,” cerita Amalia.

Nggak lama setelah kejutan proposal itu, Adit memberanikan diri untuk berbicara kepada orang tua Amalia mengenai keseriusannya itu terhadap Amalia. Dari situlah dimulai perkenalan keluarga hingga persiapan pernikahan yang dimulai dari lamaran formal pada bulan Oktober.

Adit dan Amalia keduanya sama-sama keturunan Jawa yang dikelilingi oleh anggota keluarga yang besar sehingga membuat keduanya harus menyelenggarakan 3 pesta. Amalia berasal dari Jawa Solo sedangkan Adit berasal dari Jogja. Sang Eyang yang mencintai adat Jawa serta keluarga Adit yang sangat melestarikan adat Jawa membuat keduanya mengikuti berbagai prosesi, termasuk sebelum dan sesudah sebelum resepsi pernikahan.

Hari pertama diadakan pengajian di rumah Amalia dan juga Adit dengan berbagai prosesi adat Jawa yang berbeda. Di tempat Amalia, proses adat dimulai dari tumpengan, pemasangan bleketepe, sungkeman, siraman, pemecahan kendi, lepas ayam, pemotongan rambut, jualan cendol, midodareni, catur weda hingga pemberian hantaran.

Sama seperti Amalia, Adit juga mengadakan pengajian, pemasangan bleketepe, sungkeman, siraman, pemecahan kendi, lepas ayam, pemotongan rambut dan juga jualan cendol. Namun ada satu prosesi tambahan yaitu tumplak punjen sebagai penanda bahwa anak terakhir dalam keluarga tersebut sudah menikah sehingga selesai sudahlah tanggung jawab orang tua dalam mengasuh anak-anaknya hingga menikah. Acara tumplak punjen dimulai dari sungkeman anak pertama, kedua, hingga anak yang ingin menikah.

“Seharusnya ini acara formal, tapi malah jadi nggak sakral karena seluruh keluarga tertawa melihat keponakan Adit yang berumur 2 tahun ikutan sungkeman padahal belum diajarkan.”

Di saat akad nikah, Amalia memilih untuk tidak menggunakan prosesi Panggi, sehingga ia bisa berada di meja akad nikah di saat Ijab Kabul. Namun sebelumnya dilakukan penerimaan kedatangan Adit oleh keluarga Amalia.

Untuk resepsi, Amalia ingin konsep dengan warna utama hijau, warna kesukaannya. Setelah bercerita dan berdiskusi dengan sang Ibu, munculah ide untuk mengambil tema desa di Jawa. Setelah merasa mantap, Amalia berkonsultasi dengan vendornya yang ternyata malah merasa tertantang dengan kemauannya itu.

Biasanya, pernikahan menggunakan adat Jawa memakai Gebyok di pelaminan, tapi Amalia dan Adit menolak karena merasa terlalu mainstream yang akhirnya beralihlah ke menggunakan dedeng bambu. Kursi pelaminan dan taman-taman juga disesuaikan dengan kehadiran bambu tersebut. Mereka memakai kursi pelaminan bergaya bambu, taman di depan pelaminan juga berhiaskan kelapa pisang dan dedaunan. Lengkap seperti suasana di desa, meja VIP didesain sangat tradisional dengan bangku dingklik seperti di warung kopi. Jalur qirab juga dihiaasi dengan pohon dan dendeng bambu lengkap dengan burung hidupnya di kandang. Tak hanya burung, ada ayam hidup juga lho!

“Ini memang nggak seperti royal wedding, tapi tema kita adalah royal kepada kepala desa yang menikahkan anaknya di kampungnya.”

Selain dekorasi yang bergaya kampung Jawa, seragam keluarga dan penerima tamupun juga memakai gaya Jawa, mulai dari kain Jawa dengan kutu baru jumputan untuk wanita dan baju lurik dengan celana hitam dan sandal kulit lengkap dengan ikat kepala segitian untuk para pria. Untuk keluarga inti tetap memakai beskap Jawa untuk menunjukan pemangku hajatnya.

Kejawaan yang kental juga terlihat dari foto pre wedding Amalia dan Adit yang sengaja jauh-jauh berfoto di Jogja untuk mendapatkan hasil yang menyatu sempurna dengan tema kampung Jawanya itu. Bahkan di saat resepsi pernikahannya, Amalia dan Adit diberikan hadiah tarian Gatotkaco Pergiwo dari Om dan Tantenya yang membuat adat Jawanya semakin kental.

Setelah resepsi pernikahan, Adit dan Amalia juga mengadakan ngunduh mantu di mana Amalia dan keluarganya datang ke kediaman Adit. Di prosesi ini, keluarga Amalia datang dari sudut kanan. Sedangkan dari sudut pelaminan, datanglah Adit dan keluarganya beserta cucuk lampah gaya Jawa-Jogjanya. Nah, di tengah-tengah titik bertemu kedua keluarga itulah prosesi adat dilakukan di mana pengantin bersalaman dengan orang tua lalu disematkan melati sebagai tanda perlengkapan prosesi ngunduh mantu yang dilajutkan dengan prosesi kirab.

Jika di resepsi mereka menggunakan warna utama hijau, di ngunduh mantu, Adit dan Amalia memilih warna biru dengan tema Underwater meets Javanese. Ini merupakan ide dari Adit yang ingin menyocokkan tema pesta dengan prewednya. Namun sayangnya mereka tidak mendapatkan hasil foto underwater yang memuaskan karena kurangnya cahaya dan juga pengambilan pose. Meski begitu, untungnya, tema underwater di pestanya berlangsung dengan sempurna.

“Kita menggunakan foye yang benar-benar seperti masuk ke dalam air dengan pencahayaan biru dan warm light. Saat masuk ke ballroom, akan terlihat rumah Jawa kolonial yang seperti tercebut dalam laut.” Jelas Amalia.

Foye yang digunakan juga menggunakan warna dingin biru putih yang dihiasi dengan Kristal sebagai pengganti ubur-ubur. Semakin masuk juga akan terlihat ada detail dekorasi kerang laut dan bintang laut lengkap dengan karaknya.

Meskipun bertema underwater, tapi seluruh pakaian pengantin hingga keluarga dan among tamu tetap menggunakan pakaian Jawa berwarna biru, lengkap dengan sanggul Jawa.

Pernikahan yang menggunakan adat Jawa umumnya mengalami yang namanya di paes, seperti Amalia yang merasa deg-degan saat prosesi paesnya itu. Berdasarkan kepercayaan supaya penampilan Amalia manglingi, ia harus nurut dan santai saja saat dirias. Makanya itu ia tidak bisa melihat kaca supaya santai. Terlihat gampang, namun ternyata ia harus duduk pasrah didandani selama 4 sampai 5 jam! Untuk riasan hari kedua, ia menghabiskan 4 jam, untuk riasangan Jawa Jogja, ia menghabiskan 5,5 jam.

Menyelenggarakan pernikahan yang akad nikah dan resepsi saja sudah cukup rumit, bagaimana Adit dan Amalia yang menyelenggarakan 3 pesta: 1 resepsi pernikahan dan 2 ngunduh mantu. Dikarenakan mereka berasal dari dua keluarga besar, menyatukan permintaan, usulan hingga argumen keluargalah menjadi tantangan untuk Adit dan Amalia. Belum lagi kakak dan adiknya yang meledek saking banyaknya pesta, mereka sampai membuat hashtag di Instagram #ametjeteroyalwedding yang menjadi keterusan dipakai oleh teman-temannya.

“Awalnya kita nggak berniat untuk ngadain acara nikahan sebanyak 3 kali resepsi ini, tapi ternyata kebutuhan juga bahkan kita bisa melewatkan ini dengan lancar tanpa hambatan berat.”

Tips untuk para brides to be, “Legowo. Buat aku dan Adit, pernikahan itu termasuk hajat besar orang tua juga. Kemauan bukan hanya dari pengantin tapi juga dari orang tua dan keluarga besar. Jadi, kita sebagai pengantin tidak hanya menjembatani kedua belah pihak orang tua dan keluarga saja, tapi juga berusaha mengkombinasikan keinginan kedua keluarga. Jangan diambil pusing karena kepusingan yang berarti akan timbul seusai acara. Tegas terhadap semua hal yang harus diputuskan secara cepat. Technical meeting itu sangat dibutuhkan untuk menyatukan semua pemikiran para vendor, apalagi kalau mempunyai tema yang sangat berbedak dengan dekor yang ajaib. Jangan lewatkan seetiap detail dan pastikan kalian mempunyai orang-orang yang dipercaya untuk mengurus semua ini. Terakhir, pastikan vendor yang dipilih itu professional. Pernikahan diharapkan hanya terjadi satu kali dalam hidup, jangan sampai momen indah ini terlewatkan karena vendor yang tidak professional.”