Pernikahan Adat Lampung Jibrilia dan Gaza di Mantra Sakala

By Leni Marlin on under The Wedding

Style Guide

Style

Traditional

Venue

Outdoor

Colors

Vendor That Make This Happened

Resepsi Pernikahan

Venue Mantra Sakala

Event Styling & Decor Reita Giadi Traditional Make Up and Wedding Decoration

Photography NTO Photo

Bride's Attire Dasha Couture

Wedding Entertainment Soundbox Audio and Lighting

Sabtu, Desember 2015. Seperti biasa, Gaza dan Jibrilia menghabiskan malam Minggu dengan “jalan” keluar. “Dia nggak bilang mau ngajak makan di mana. Dia cuma bilang mau makan pukul 7 malam,” kata Jibrilia memulai kisahnya.

Ternyata, Gaza mengajak Jibrilia ke Edogin, restoran Jepang favorit Jibrilia. “Aku suka banget makanan Jepang (terutama sashimi). Aku juga senang makan di restoran all you can eat. Selain itu, Edogin adalah tempat ngedate pertama kami waktu masih PDKT dulu,” ujar Jibrilia. Di sana, Gaza memesan meja yang sama saat mereka first date dulu. Gaza samasekali tidak mengatakan apa-apa. Ia cuek saja seperti tidak terjadi apa-apa.

Terlanjur senang, Jibrilia langsung bersemangat mengambil makanan yang disajikan. Setelah itu, mereka pun duduk dan Gaza memimpin doa seperti biasa. Setelah doa selesai, Gaza baru mengutarakan isi hati dan rencananya.

“Di depan semua makanan favorit kamu sekarang, di tempat favorit kamu sekarang, dan di tempat first date kita, aku mau ngomong ke kamu. Aku akan selalu memberikan semua yang kamu suka dan kamu perlukan, semaksimal aku mampu. Semua yang aku punya untuk kamu. Aku yakin banget sama kamu. Aku cinta sama kamu. Aku mau seumur hidup bersama kamu. Will you marry me?” Kata-kata yang begitu spontan dari Gaza tersebut terdengar indah banget di telinga Jibrilia.

Memilih Venue Outdoor

Setelah momen lamaran romantis itu, persiapan pernikahan pun mulai dilakukan. Gaza dan Jibrilia memilih tema intimate wedding untuk acara istimewa mereka. Rencananya, acara akan diadakan di Pantai Nusa Dua, Bali, dengan menyatukan adat yang kental dengan suasana romantis dan indah.

Dalam persiapan yang kurang lebih 4 bulan itu, tantangan terbesar yang dihadapi Jibrilia dan Gaza adalah persoalan cuaca. “Karena acaranya outdoor dan di pinggir pantai, kami harus memastikan pawang hujan benar-benar mengerjakan tugasnya. Acara juga harus tepat waktu supaya rangkaian acara, terutama akad nikah dan upacara adat, bisa berlangsung saat “golden hour” sunset. Alhamdulillah semua berlangsung dengan baik,” ujar Jibrilia.

Menikah di pinggir pantai adalah impian Jibrilia sejak dahulu. Namun, ia juga tetap ingin tampil dengan baju adat pada saat akad nikad dan terlihat anggun pada saat resepsi. Karena itu, mereka pun mencari venue di pinggir pantai yang menyediakan kolam renang dan lantai concrete sehingga tetap bisa mengenakan high heels.

Dari semua venue yang disurvei, Mantra Sakala dianggap sebagai venue yang paling sesuai. Di sana, ada fasilitas hotel bintang lima dengan akomodasi kamar yang bagus dan fasilitas penunjang yang pas. “Pantainya juga bersih. Event manager-nya helpful sekali untuk pengurusan “numpang nikah” di KUA Bali. Jadi, ini menjadi one stop solution untuk kita. Nggak perlu bolak-balik ke Bali untuk mengurusnya.”

Adat Lampung

Karena almarhum kakek Jibrilia, yaitu Alamsjah Ratuperwiranegara, adalah petinggi masyarakat adat Lampung, upacara adat berupa upacara pemberian gelar dan upacara suapan terakhir pun digelar.

Upacara pemberian gelar dilakukan untuk memberikan kedudukan pada kedua mempelai di lingkungan masyarakat adat Lampung. Sejak lahir, Jibrilia memang sudah memiliki gelar. Namun, saat menikah, perubahan gelar perlu dilakukan. Selain itu, Gaza yang berdarah Sunda juga perlu diberi gelar dari Lampung.

Nama gelar tidak boleh diberikan sembarangan. Di Lampung (kota Bumi—kota asal almarhum kakek Jibrilia), dilakukan prosesi potong kerbau oleh tetua adat. Dari hasil itulah nama yang sesuai ditentukan. Gelar tersebut bermakna sebagai doa bagi kelancaran kehidupan pasangan baru itu. Dalam prosesi ini, pemimpin gelar mengucapkan pengumuman dalam bahasa Lampung, kemudian menyentuh kening kedua mempelai dengan kunci emas sebagai tanda pemberian gelar.

Prosesi selanjutnya adalah upacara suapan terakhir. Upacara ini dilengkapi dengan kehadiran nasi kuning dengan ayam bekakak, ati ampela, unti (gula kelapa), air putih, dan kopi pahit. Inti dari prosesi ini adalah pemberian suapan makna kehidupan oleh para sesepuh pilihan kepada mempelai. Kopi pahit adalah simbol pelajaran bahwa hidup kadang bisa pahit. Unti adalah simbol kehidupan yang bisa juga manis. Sedangkan nasi kuning yang lekat melambangkan kehidupan suami istri yang harus selalu kompak.

“Mengapa sesepuh pilihan yang menyuapkan? Karena mereka yang dianggap wise dan hidupnya sukses sehingga dapat memberikan doa dan dicontoh oleh kami berdua. Yang menyuapkan di antaranya orangtua kami berdua. Jumlah semuanya 7 orang. Kita agak kenyang juga setelah disuapi oleh semuanya,” ucap Jibrilia sambil tertawa.

Berjalan Lancar

Momen lain yang paling berkesan bagi Jibrilia adalah saat Gaza mengucapkan ijab kabul dengan lancar dan mantap tanpa membaca “contekan”. Padahal, nama lengkap Jibrilia panjang dan agak susah disebutkan. “Tapi, dia hebat dengan kondisi seperti itu. Mantap sekali melafalkannya.”

“Kejutan lainnya, saat resepsi, Teteh Gigi (kakak Gaza) membuat koreografi untuk flasmob dengan lagu favoritku (Cinta by Chrisye). Diam-diam, Teteh membuat video tutorial dan mengajarkan gerakannya kepada seluruh keluarga dan tamu saat di Bali. Nah, pada saat resepsi, seluruh tamu tiba-tiba melakukan flashmob. Seru banget dan terharu saat semua berdiri dan menari untuk aku dan Gaza.”

“Tidak ada yang ingin aku ubah dari seluruh acara yang terlaksana. Semua sudah berjalan dengan indah dan sangat sukses. Alhamdulillah,” tutup Jibrilia mengakhiri kisahnya.

Top 3 vendor yang direkomendasikan Jibrilia untuk para brides to be adalah:

1. DASHA Couture (@dashacouture, dasha.indonesia@gmail.com)

“DASHA membuat kebaya akad nikah dan dress resepsi serta seragam keluarga inti. Semua khusus di-custom jahit sesuai keinginanku. Jadi, aku bisa menikah dengan baju impianku. Desainnya mengekspresikan aku banget. Aku bolak-balik fitting dan mengubah ini itu tidak masalah. Namanya juga pengantin, tiba-tiba keinginannya berubah. Hasil akhirnya luar biasa sesuai ekspektasi. Classy sekaligus glamour.”

2. Reita Giadi Traditional Make Up (reita.giadi@gmail.com)

“Mama Reita adalah ibu mertuaku sendiri. Aku belum pernah dengar lho ada pengantin yang didandanin ibu mertua sendiri. Aku sendiri sudah tahu kualitas makeup-nya. Banyak teman-teman yang menikah dan di-makeup oleh Mama Reita. Beliau bisa membuat mukaku tidak berubah setelah di-makeup. Kontur mukaku tidak diubah sehingga bisa tampil cantik tanpa menjadi orang lain. Keliatan banget makeup-nya pakai doa dan hati.”

3. Soundbox Audio and Lighting (contact@sbxaudio.com)

“Dari mulai lamaran, pengajian, hingga wedding, aku menggunakan jasa mereka. Kebetulan aku pemusik, dulu ngeband, dan lumayan sensitif urusan sound. Urusan musik aku percayakan saja kepada mereka. Pilihan lagu saat wedding sesuai banget dengan yang aku mau. Kualitas sound juga bagus banget. Nggak ada suara pecah atau feedback. Musiknya juga crisp banget.”

Untuk mendapatkan pernikahan impian seperti Jibrilia dan Gaza, berikut tipsnya, “Berusahalah semaksimal mungkin untuk membuat pernikahan of your dreams. Namun, ingat juga bahwa yang penting adalah kita enjoy and made the process also beautiful. Jadi, jangan sampai harus sedih-sedihan atau berantem dengan calon suami maupun orangtua in the process.”