Vendor That Make This Happened
Akad Nikah
Venue Private Residence
Event Styling & Decor Citra Decoration
Photography Fleur De Lis
Bride's Attire Citra Decoration
Make Up Artist Laode
Catering Alfabet Catering
Wedding Reception
Masih ingat cerita lamaran Icha dan Aga yang menggunakan adat Palembang beberapa waktu lalu? Pasangan yang bersahabat sejak kuliah ini telah menikah bulan Agustus kemarin. Sebagaimana acara lamaran mereka yang menggunakan adat Palembang, rangkaian acara pernikahan mereka pun menggunakan adat Palembang. Menurut Icha, kesepakatan kedua keluarga untuk menggunakan adat Palembang dalam rangkaian acara pernikahan sangat mempermudah pengaturan prosesi. Meskipun demikian, kedua keluarga tetap terbuka pada beberapa penyesuaian yang Icha dan Aga inginkan, misalnya perihal busana. “Berbeda dengan pengantin Palembang pada umumnya yang menggunakan busana dodot, aku dan Aga memilih untuk menggunakan kebaya dan demang. Alhamdulillah, kedua orang tua kami tidak berkeberatan dan menghargai preferensi kami,” jelas Icha.
Sama seperti pernikahan adat Jawa, pernikahan adat Palembang memiliki banyak prosesi yang harus dijalankan dalam satu hari. Prosesi pertama yang mengawali rangkaian acara pernikahan Icha dan Aga adalah Munggahan, sebuah prosesi penyambutan terhadap calon pengantin pria beserta keluarga oleh kedua orang tua calon pengantin wanita. Dalam prosesi Munggahan ini, ibunda Icha memberikan segelas air putih untuk Aga minum dan juga mengalungkan Aga dengan rangkaian bunga melati. Icha pun menjelaskan bahwa kedua hal tersebut memiliki makna diterimanya calon pengantin pria dengan tangan terbuka oleh keluarga calon pengantin wanita.
Setelah prosesi Munggahan, Aga harus menjalankan prosesi Gendong Anak Mantu. Jangan membayangkan Aga digendong oleh orang tua Icha ya, karena pelaksanaan prosesinya sama sekali berbeda dengan namanya. “Sebetulnya orang tuaku hanya membalutkan kain songket ke badan Aga dan mengiringi Aga ke meja akad nikah,“ tambah Icha yang kemudian melanjutkan penjelasannya, “pengiringan Aga ke meja akad nikah memiliki makna bahwa orang tuaku akan selalu mendoakan setiap langkah yang aku tempuh bersama Aga yang berperan sebagai imam dalam hidupku.”
Dengan telah dijalaninya prosesi Munggahan dan Gendong Anak Mantu, maka tibalah saatnya prosesi ijab kabul. Aga berhasil mengucapkan ijab kabul dengan sangat lancar sehingga banyak celetukan-celetukan iseng seselesainya prosesi tersebut. Meskipun Aga tidak melakukan mengulang pengucapan, Aga sebetulnya mengaku pada Icha bahwa dia merasa sangat tegang saat menjalani prosesi tersebut. “It’s just so funny to me because he told me that he earns money by talking and yet this kind of talking is so out of his league!” kenang Icha sambil tertawa.
Prosesi selanjutnya adalah Suapan dan Cacapan. Dalam prosesi Suapan, orang tua Icha menyuapi Icha dan Aga dengan nasi ketan kunyit dan ayam panggang, sedangkan dalam prosesi Cacapan, orang tua Icha dan Aga mengusap ubun-ubun kedua pengantin dengan air kembang setaman. Kedua prosesi tersebut pada dasarnya melambangkan tanda pemberian nafkah terakhir dari kedua orang tua kepada anak. Kepada tim The Bride Dept, Icha mengakui bahwa Suapan dan Cacapan adalah prosesi favoritnya. “Suapan dan Cacapan kan dijalani setelah ijab kabul, jadi ada kelegaan tersendiri hehe. Kami juga menjalaninya dengan canda tawa.
Bagiku, prosesi ini seperti memancarkan kebahagiaan kami karena ijab kabul yang berjalan lancar,” ujar Icha. Sebagai penutup rangkaian acara akad nikah Icha dan Aga, Aga memberikan sirih kepada Icha dengan tangan tertutup yang kemudian Icha cicipi. Prosesi ini bernama Sirih Panyapo. Sirih Panyapo memiliki makna bahwa pasangan suami istri haruslah saling memberi dan saling menerima, baik dalam keadaan suka maupun duka.
Hal yang paling familiar dari pernikahan adat Palembang tentu saja adalah Tari Pagar Pengantin. Ya, layaknya pengantin Palembang pada umumnya, Icha pun menarikannya saat resepsi. Lucunya, meskipun rajin berlatih di rumah, pada saat menari dalam acara resepsi, Icha hanya ingat gerakan-gerakan awal. “Aku berusaha untuk tetap tersenyum supaya tidak terlihat panik haha,” ungkap Icha.
Saat ditanya mengenai momen yang paling berkesan baginya, Icha pun bercerita mengenai Mas Laode yang berusaha menenangkan dirinya sebelum prosesi ijab kabul. Rupanya, selama menunggu di kamar hingga waktunya untuk keluar dan duduk di meja akad, Icha merasa sama sekali tidak tenang. Untungnya, Mas Laode yang mendandani Icha bersedia untuk menemani Icha dan berusaha menenangkan Icha. “Mas Laode bahkan berusaha menenangkan aku dengan ngajak aku Periscope-an hahaha,” cerita Icha sambil tergelak.
Persiapan pernikahan Icha dan Aga yang hanya berdurasi 6 bulan ternyata cukup menyulitkan keduanya dalam mencari gedung, maka dari itu Icha berpesan bagi para pembaca The Bride Dept yang sedang mempersiapkan pernikahan untuk memiliki waktu persiapan pernikahan yang cukup. Jika sudah mantap dengan waktu persiapan yang ada, segera kerjakan apa yang bisa dikerjakan tanpa menunda terlalu lama, karena fokus terhadap detail dapat berkurang seiring mendekatnya hari H. Selain itu, Icha juga menyarankan untuk memilih WO yang membuat calon pengantin merasa nyambung sehingga mudah untuk berkomunikasi. Poin terakhir yang ingin Icha sampaikan adalah untuk tidak terlalu fokus terhadap acara pernikahan hingga melupakan pasangan sendiri, karena bagaimanapun juga a wedding lasts for several hours only, while a marriage lasts forever.
3 top vendors pilihan Icha:
1. Fleur de Lis, karena tim yang sangat profesional dalam bekerja dan juga sangat ramah. Mereka selalu datang tepat waktu dan mampu menangkap setiap momen spesial dengan baik.
2. Amaya Wedding, karena kecekatannya pada hari H sehingga acara dapat berjalan dengan sempurna dan kesabarannya dalam menjawab berbagai pertanyaan seputar persiapan pernikahan.
3. Mas Upan Duvan dan Mas Laode, karena makeup yang sempurna dan manglingi, juga Citra Decoration yang berhasil memberikan dekorasi yang kental dengan nuansa Palembang.