Pernikahan Adat Sunda Bernuansa Alam

By Leni Marlin on under The Wedding

Style Guide

Style

Traditional

Venue

Hall

Colors

Vendor That Make This Happened

Wedding Reception

Venue Bale Asri Pusdai

Event Styling & Decor Rafafi Decoration

Photography Rana Creative Visual

Videography Rana Creative Visual

Bride's Attire Adity House of Kebaya

Make Up Artist Hetty Sunaryo

Groom's Attire Adity House of Kebaya

Catering Minity Catering

Wedding Entertainment Red Velvet Entertainment

Wedding Organizer Kirana Wedding Planner

Alissa dan Gerry telah saling mengenal sejak SMA, di mana Gerry adalah kakak kelas Alissa. Mereka mulai berpacaran 10 tahun lalu. Dalam kurun waktu yang panjang itu, banyak suka duka yang keduanya alami, bahkan mereka juga mengalami putus-sambung. Menariknya, hal itu justru membuat Alissa dan Gerry merasa tumbuh dewasa bersama. Setelah jatuh bangun membina hubungan selama 10 tahun dan sama-sama bekerja di Jakarta, Gerry pun mantap mengajak Alissa menikah. “Awalnya aku kaget banget diajak menikah, karena setahuku Gerry itu orangnya santai dan masih mau mengejar karir,” kata Alissa.

Gerry menyatakan keseriusannya pada akhir tahun 2014, tepatnya pada saat Alissa berulang tahun, namun menurut Alissa, cara Gerry melamarnya sama sekali tidak romantis. “Cara Gerry melamarku sangat straight to the point. Dia langsung menanyakan apakah aku mau menjadi istrinya sambil membawa cincin,” Alissa melanjutkan. Tidak lama setelah itu, Gerry pun menghadap orang tua Alissa untuk mengutarakan niat baiknya.

Alissa dan Gerry mempersiapkan pernikahan selama 7 bulan lamanya. Kendala yang paling terasa bagi mereka adalah jarak, karena pernikahan mereka bertempat di Bandung, sedangkan keduanya menetap di Jakarta. Rupanya pernikahan di Bandung ini adalah permintaan khusus dari orang tua mereka. Dalam mempersiapkan pernikahan, pada awalnya Gerry tidak terlalu ikut campur, seperti kebanyakan laki-laki. Akan tetapi, Alissa dan Gerry akhirnya memutuskan untuk membagi tugas. “Gerry itu tugasnya buat menentukan vendor entertainment, tapi aku juga banyak minta pendapatnya. Gerry juga jadi seksi transportasi karena harus bolak-balik mengantar aku meeting dengan vendor dan bolak-balik Jakarta-Bandung hehe. Buatku itu sudah lebih dari cukup.”

Meskipun menggunakan jasa WO, Alissa selalu mengusahakan untuk bisa terjun langsung dalam memilih vendor pernikahan. “Untungnya, sekarang media sosial sudah sangat canggih dan memudahkan aku dalam mempersiapkan pernikahan. Aku bisa browsing di Instagram dan berbagai website yang membahas pernikahan, termasuk The Bride Dept, kemudian mendiskusikan ide-ide dan teknis mendetail dengan ibuku. At the end, aku mempercayakan persiapan ini pada ibuku karena beliau tinggal di Bandung dan bisa memantau langsung persiapan pernikahanku.” Berkat masukan-masukan dari sang ibu pula, Alissa tidak banyak mengalami konflik persiapan pernikahan. Alissa sangat bersyukur atas bantuan ibunya yang bisa membantunya mewujudkan pernikahan impian yang selama ini ia inginkan.

Konsep pernikahan yang awalnya Alissa inginkan adalah outdoor wedding, namun pilihan venue pernikahan akhirnya jatuh pada Gedung Bale Asri Pusdai demi kenyamanan para tamu undangan yang jumlahnya cukup banyak. Meskipun demikian, Alissa mengakalinya dengan memilih dekorasi yang bernuansa taman. Dedaunan, bunga, dan unsur kayu menjadi elemen utama dekorasinya. “Aku ingin menyulap Pusdai agar para tamu undangan jadi pangling. Aku memilih warna bunga yang soft, tapi aku tambahkan juga sentuhan warna merah supaya tidak terlalu pucat.”

Warna-warna yang soft juga dipilih Alissa sebagai warna seragam bridesmaid-nya, yaitu warna hijau muda, salem, dan kuning. Lucunya, salah satu anak teman Alissa yang masih balita juga turut menjadi bridesmaid. Alissa pun menobatkannya sebagai bridesmaid termuda. “Desain seragam bridesmaid-ku sangat tradisional, kutu baru dan sinjang. Nah, anak temanku ini juga ikutan memakai kutu baru dan sinjang. Lucu deh!”

Untuk prosesi adat yang Alissa dan Gerry jalani adalah adat Sunda karena keduanya memang berdarah Sunda. Sejak dulu, Alissa bertekad ingin memakai adat tradisional dalam pernikahannya. Menurutnya, pernikahan dengan nuansa adat akan terasa lebih sakral. Alissa juga menganggap pernikahan adat Sunda yang ia dan Gerry laksanakan sebagai tanda penghormatan kepada para sesepuh. Alissa juga sangat excited karena berkesempatan untuk mengenakan pakaian dan riasan unik yang tidak digunakan sehari-hari seperti siger. “Konon katanya, kita harus ikhlas memakainya saat hari pernikahan agar tidak terasa berat!” ujarnya semangat.

Sebelum hari H, Alissa dan Gerry melakukan prosesi ngaras (siraman) di kediaman masing-masing. Momen ini sangat menyentuh keduanya karena dalam prosesi ngaras inilah mereka terakhir kalinya digendong dan disuapi orang tua. Mereka juga membasuh kaki kedua orangtua sebagai wujud pengabdian terakhir sebelum menikah. Pada hari H, sesudah akad nikah dan sungkeman, mereka melangsungkan prosesi meleum harupat (membakar harupat), nincak endog (menginjak telur), huap lingkung (suapan), dan pabetot bakakak (menarik ayam bakar). Dalam setiap prosesi yang dilewatinya, Alissa merasakan makna yang sangat dalam, namun sungkeman adalah prosesi yang paling mengharukan. “Aku tuh anak pertama dan satu-satunya perempuan dalam keluarga dan pada saat sungkeman, aku pertama kalinya melihat ayahku menangis,” kenang Alissa.

Salah satu momen yang lucu untuk dikenang dalam pernikahan Alissa dan Gerry adalah saat keduanya diarahkan menuju pelaminan dalam prosesi kirab. Rupanya Alissa dan Gerry berjalan terlalu cepat, bahkan cenderung ngebut. Padahal, pengantin seharusnya berjalan dengan perlahan dan anggun. “Kami justru cengar-cengir dan berjalan dengan ritme cepat hahaha,” cerita Alissa sambil tergelak.

Agar acara pernikahan dapat berjalan sukses, Alissa menyarankan brides-to-be untuk selalu berpikir positif dan menghindari drama persiapan pernikahan. Alissa juga mengatakan bahwa kepercayaan adalah faktor yang penting dalam persiapan pernikahan. “Aku percaya pada ibuku dan selalu mendengarkan saran beliau. Bagaimanapun, seorang ibu pasti selalu ingin untuk memberikan anaknya yang terbaik.” Selain kepercayaan, komunikasi juga penting, khususnya dengan pasangan. “Kalau komunikasi kita dengan pasangan baik, pertengkaran yang disebabkan salah persepsi juga pasti bisa kita hindari.

Alissa juga menyarankan brides-to-be untuk memiliki satu buku catatan khusus untuk persiapan pernikahan. Poin terakhir Alissa adalah pentingnya untuk tetap sabar dan ikhlas menjelang hari H. “Segala sesuatu tidak ada yang sempurna. Kita hanya perlu berusaha dan berdoa. Selebihnya, let God make it happen,” tutup Alissa.

Top 3 vendors yang direkomendasikan Alissa:

  1.         Ibu Hetty Sunaryo

“Beliau adalah perias pengantin tradisional yang sangat berpengalaman di Bandung. Aku bahagia karena beliau bisa meriasku. Aku suka banget hasilnya, sangat tradisional, tetapi tetap soft dan natural. Beliau juga banyak menasihati agar aku tenang dan bisa terlihat manglingi saat hari-H.”

  1.         Rafafi Decoration

“Tim Rafafi Decoration bekerja sangat cepat dalam menyulap Pusdai. Dua hari saja! Kang Usman dari Rafafi Decoration sangat kooperatif dengan ide-ide dengan permintaanku yang sering berubah-ubah.”

  1.         Minity Catering

“Vendor catering yang satu ini tidak perlu diragukan lagi. Banyak teman dari Jakarta yang puas banget dengan makanan dan desserts-nya. Lumayan kan, bisa menghibur tamu undangan dari luar kota sekalian kulineran hehehe.”