Berbicara tentang mahkota pada pernikahan tradisional, bukan hanya cantik, tetapi juga unik dan beragam. Kehadirannya pun selalu mampu mencuri perhatian! Karena perhiasan indah yang tersemat di atas kepala pengantin wanita ini biasanya mencerminkan dari daerah mana pengantin berasal. Kali ini yuk kita kenali tentang mahkota kepala dari Sumatera Barat atau yang dikenal dengan suntiang! Simak selengkapnya di sini yuk!
Sunting Gadang
Photo : Venema Pictures
Mahkota yang berasal dari daerah Padang Pesisir ini biasa digunakan juga oleh pengantin dari daerah Sumatera Barat lainnya. Dengan berat 1-5 kg, sunting Gadang memiliki 9-11 tingkat. Lapis paling bawah adalah ronce bunga melati segar, sebagai lambang kedamaian, dilanjutkan dengan sunting ketek sebanyak tujuh tingkat, melambangkan budi pekerti dan sopan santun. Kemudian mansi-mansi yang terdiri dari satu tingkat sarai serumpun, dan sunting gadang, lambang kedewasaan, kebijaksanaan, dan kearifan. Dan di posisi paling atas, kembang goyang tersusun membentuk setengah lingkaran kepala. Di antara susunan sunting ketek, terpasang sepasang burung merak di sisi kiri dan kanan. Sementara perhiasan panjang yang jatuh hingga ke sisi telinga kiri dan kanan disebut dengan kote-kote. Sebagai penghias dahi, tersemat seuntai kalung cantik bernama laca.
Sunting Pisang Saparak
Photo : Venema Pictures
Mahkota ini dikenakan oleh pengantin dari daerah Solok, Sumatera Barat. Sunting serupa dengan detail yang sedikit berbeda dikenakan juga oleh pengantin dari daerah Batusangkar dan dinamakan Suntiang Ikat Solok Selayo. Tidak seperti sunting gadang yang tinggi, sunting pisang saparak ini cenderung lebih rendah. Alas pipih berlapis beludru warna hitam menjadi tempat disematkannya beragam bunga penghias, sehingga tidak langsung disematkan di sanggul, dengan bagian depan sedikit menutupi dahi. Sebagai pelengkap, deretan kote-kote menjuntai indah, menyentuh sisi kiri dan kanan bahu mempelai wanita.
Tengkuluk Talakuang
Photo : Morden.Co
Berasal dari daerah Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Tengkuluk Talakuang berbentuk selendang dari bahan beludru berwarna hitam dengan hiasan ornamen yang disulam dengan warna keemasan. Bukan hanya lebih ringan, penutup kepala ini juga memberikan kesan yang lebih sakral saat digunakan pada akad nikah. Sekarang ini, Tengkuluk Talakuang tak lagi hanya berwarna hitam, namun hadir lebih cerah dengan warna-warna yang disesuaikan dengan warna busana pengantin.
Tingkuluak Tanduak Balapak
Tingkuluak Tanduak Balapak digunakan oleh wanita Minang, terutama mereka yang berasal dari daerah Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Memiliki bentuk menyerupai gonjong atap rumah Gadang, pengantin yang mengenakan hiasan kepala ini dapat ditebak dengan mudah berasal dari daerah mana. Terutama oleh mereka yang paham bentuk-bentuk rumah adat.
Tingkuluak ini terbuat dari kain songket yang dibentuk seperti selendang panjang kemudian dikreasikan menyerupai tanduk kerbau, lancip di sisi kanan dan kiri. Setelah itu, ujung kiri selendang dilipat dengan cara dikelilingkan di bagian luar tanduk kanan dan kiri, sementara bagian ujung kanan kain, dikreasikan untuk menutupi rambut bagian atas kemudian dibiarkan terurai, jadilah tingkuluak yang bentuknya menyerupai gonjong. Hiasan kepala jenis ini sering digunakan untuk menunjukkan tingkat kebangsawanan seorang wanita.
Tingkuluak Balenggek
Biasa digunakan oleh pengantin dari daerah Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat, awalnya hiasan kepala jenis ini hanya boleh digunakan oleh kaum bangsawan. Bagi masyarakat umum yang ingin mengenakan tingkuluak ini harus terlebih dulu meminta izin atau membayar uang adat. Terdiri dari dua tingkat, pada tingkat pertama dibentuk terlebih dulu tingkuluak tanduak dari kain songket. Kemudian pada bagian atas, dipasang kayu ringan yang dililit dengan kain berhias ukiran atau ornamen berwarna keemasan. Sekarang ini sudah ada yang membuat tingkuluak bagian atas dengan kuningan berwarna keemasan, sehingga tinggal disusun di atas tingkuluak tanduak. Lebih praktis tentunya!
Tanduk kerbau merupakan salah satu ikon dalam budaya masyarakat Minang. Filosofi dari bentuk tanduk kerbau adalah untuk melambangkan kekuatan hati, gigih, tidak pernah putus asa, dan mempunyai kemauan yang tinggi dalam mencapai cita-cita yang baik. Bagian ujung dari bentuk tanduk kerbau ini dibuat agak tumpul untuk menggambarkan sifat ramah tamah, berani, dan tidak ingin melukai orang lain. Panjang tanduk kedua sisi harus sama dan seimbang karena dimaksudkan sebagai simbol bahwa hidup harus seimbang dan adil.