Prosesi Adat Malam Jelang Pernikahan

By The Bride Dept on under How To, Pernikahan Adat

Prosesi Adat Malam Jelang Pernikahan

Photo : Mindfolks

Pernikahan merupakan sebuah langkah penting di dalam kehidupan, oleh karena itu terdapat berbagai prosesi yang biasanya dijalani oleh para calon pengantin. Setiap ritual tersebut tentu mengandung doa dan harapan yang baik bagi pasangan pengantin. Ada beberapa prosesi adat yang biasanya dilakukan oleh para calon pengantin di malam sebelum pernikahan berlangsung. Setiap daerah pun memiliki adat yang berbeda. Simak yuk prosesi adat malam jelang pernikahan dari berbagai daerah Indonesia di sini!

Midodareni

Photo : Venema Pictures

Berasal dari kata widodari atau bidadari, prosesi yang dilakukan pengantin Jawa ini terkait dengan legenda Dewi Nawangwulan. Bidadari khayangan yang berjanji turun ke bumi mengunjungi putrinya pada malam sebelum pernikahan. Sang Dewi ingin memberikan restu dan menganugrahkan kecantikan hingga putrinya akan terlihat lebih cantik dari biasanya.

Dalam prosesi ini, calon pengantin wanita harus berada di dalam kamar, ditemani ibu atau kerabat wanita, hingga menjelang tengah malam. Diharapkan, sang Dewi menganugrahkan kecantikannya, sehingga calon pengantin terlihat berbeda (manglingi) esok hari.

Pada malam ini dilangsungkan prosesi tantingan, dimana ayah dari calon pengantin wanita menanyakan kemantapan hati putrinya untuk berumah tangga. Sementara calon pengantin pria dan keluarga yang datang berkunjung, menunggu di ruang tamu. Hanya tamu dan keluarga wanita saja yang diijinkan bertemu dengan calon pengantin wanita.

Malam Pacar

Salah satu ritual pernikahan adat Betawi dengan menghias kuku jari tangan dan kaki calon mempelai wanita dengan pacar. Tujuannya tentu agar tampil cantik di hari pernikahan. Sebelumnya, dilakukan prosesi potong centung dan ngerik bulu kalong, yaitu menghilangkan beberapa bulu halus calon pengantin menggunakan uang logam dan gunting. Rangkaian ritual ini juga identik dengan mandi uap, yang bertujuan membersihkan sisa-sisa lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit di tubuh calon pengantin wanita (calon none mantu). Keseluruhan ritual ini dilakukan oleh juru rias atau disebut juga tukang piara pengenten.

Ngeuyeuk Seureuh

Kata Ngeuyeuk Seureuh berasal dari bahasa Sunda ‘ngaheuyeuk’ yang berarti mengolah. Dilangsungkan sore atau malam hari sebelum akad nikah, upacara yang dilangsungkan di rumah pihak wanita ini merupakan prosesi memohon restu kepada orang tua dari kedua belah pihak. Ritual yang dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk, atau wanita yang telah paham akan upacara ini, biasanya diisi nasehat berumah tangga. Dengan melewati prosesi ini diharapkan calon pengantin dapat mewujudkan filosofi ‘Kawas Gula Jeung Peuet’ atau ‘bagaikan gula dengan nira yang sudah matang’, artinya makna hidup yang rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan. Beberapa orang tidak boleh menghadiri prosesi ini seperti anak gadis dan anak laki-laki yang belum pubertas, wanita dewasa yang belum pernah menikah, juga pria atau wanita dewasa yang sudah menikah lebih dari satu kali.

Malam Bainai

Photo : Sincerastory

Pada malam terakhir merasakan kebebasan sebagai wanita lajang, di malam bainai ini calon pengantin wanita Minang atau biasa disebut anak daro. Sebelum melangsungkan prosesi bainai ini si anak daro terlebih dulu melakukan ritual mandi-mandi, atau siraman kalau dalam tradisi Jawa. Acara ini biasanya dihadiri oleh keluarga dan sahabat mempelai wanita. Kata Bainai sendiri berarti memakai inai, yaitu tumbuhan yang mengeluarkan warna jingga ketika ditumbuk. Inai yang telah ditumbuk tersebut dibubuhkan pada kuku jari anak daro, dimana setiap jari memiliki arti yang berbeda. Misalnya, jari kelingking menyisipkan harapan semoga anak daro kelak dapat mengatasi hal-hal sulit yang susah ditembus oleh suami. Jari tengah melambangkan pengharapan agar kelak anak daro dapat adil membagi kasih sayang selayaknya rasa cinta yang telah dicurahkan kedua orang tuanya. Sementara jari manis tempat disematkannya cincin kawin, melambangkan pengharapan agar kedua mempelai selalu setia dan saling mencintai.

Mapacci

Photo : The Leonardi

Berasal dari kata paccing yang berarti bersih, ritual mapacci yang biasa dilakukan oleh calon pengantin dari Bugis atau Makassar, bertujuan untuk membersihkan atau menyucikan diri. Prosesi Mappaci  dilakukan oleh calon pengantin pria dan wanita di kediaman masing-masing pada malam hari atau sehari sebelum pernikahan.

Seperti malam bainai, prosesi mapacci pun menggosokkan pacci atau daun pacar ke tangan calon pengantin. Selain daun pacar, ada beberapa unsur lain yang harus disediakan seperti lilin sebagai simbol penerangan, beras yang digoreng kering yang bermakna agar kelak kedua mempelai akan berkembang dengan baik, bersih dan jujur. Bantal sebagai simbol kemakmuran. 7 lembar sarung sebagai penutup tubuh untuk menjaga harga diri. Daun pisang sebagai simbol hidup berkesinambungan dan daun nangka yang malambangkan harapan.

Prosesi dimulai dengan calon mempelai duduk di pelaminan (laming), menghadap 7 lapis lipa yang di atasnya telah diletakkan beberapa helai daun pacci. Kemudian calon pengantin meletakkan kedua tangan di atas 7 lapis sarung, dengan posisi telapak tangan menengadah. Satu per satu pihak keluarga maju untuk memberikan pacci lalu menggosokkannya di telapak tangan untuk membersihkan dan menyucikan calon mempelai dari hal-hal buruk. Mereka yang memberi pacci biasanya merupakan keluarga dan kerabat dekat yang memiliki rumah tangga bahagia dan langgeng. Acara lalu dilanjutkan dengan penaburan beras kering, dan meniup lilin.

Itulah beberapa prosesi adat malam jelang pernikahan dari berbagai daerah di Indonesia. Apakah kalian termasuk bride-to-be yang menjalani ritual adat ini?