Mendengar kata Bali, kita pasti langsung teringat dengan pemandangan alamnya yang begitu indah. Tapi jangan lupa, bukan hanya alamnya, tradisi yang dijaga ketat juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Salah satu tradisi yang masih dijaga ketat adalah tradisi pernikahan. Simak prosesi pernikahan adat Bali: unik & indah selengkapnya di sini!
Bagi masyarakat Bali, pernikahan merupakan momen penting, karena pasangan yang sudah menikah mendapat status menjadi warga penuh dari masyarakat. Mereka juga memperoleh hak dan kewajiban sebagai warga komunitas dan kelompok kerabat. Berdasarkan adat dan tradisi, ada dua jenis pernikahan yang kerap dilaksanakan masyarakat Bali. Yaitu, pernikahan yang mengikuti garis keluarga pria (patrilineal) dan pernikahan yang mengikuti garis dari pihak wanita (matrilineal). Inilah langkah-langkah dalam pernikahan adat Bali:
Menentukan Hari Baik
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari serta menetapkan hari dan bulan baik untuk menyelenggarakan pernikahan atau dalam Bahasa Bali disebut memadik atau ngindih. Ini dilakukan setelah pihak keluarga pria mendatangi kediaman pihak keluarga wanita untuk meminang. Setelah mencapai kesepakatan bersama, maka pada hari yang telah ditentukan, calon pengantin wanita akan dijemput dan dibawa ke rumah pengantin pria.
Ngekeb
Mirip dengan prosesi siraman pada adat Jawa, pada upacara Ngekeb, mempelai wanita akan terlebih dahulu dilulur dengan ramuan tradisional. Ramuan tersebut terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga dan beras yang telah ditumbuk halus serta air merang untuk keramas. Pada saat menjalankan ritual ini, calon mempelai wanita tidak diperbolehkan keluar dari kamar sejak sore hari sampai rombongan keluarga calon mempelai pria menjemput keesokan harinya. Selain persiapan secara lahiriah, mempelai juga memperbanyak doa kepada Sang Hyang Widhi untuk dianugerahkan kebahagiaan dan anugerah-Nya.
Penjemputan Calon Mempelai Wanita
Inilah saatnya calon pengantin wanita dijemput untuk melaksanakan rangkaian prosesi di rumah calon mempelai pria. Sebelum meninggalkan rumah, calon mempelai wanita dibalut kain kuning tipis dari atas kepala sampai ujung kaki. Hal itu melambangkan calon mempelai wanita menguburkan kehidupannya sebagai wanita lajang dan memasuki kehidupan baru berumah tangga.
Mungkah Lawang (Buka Pintu)
Pada prosesi ini, utusan mempelai pria akan mengetuk pintu sebanyak tiga kali, diringi tembang yang dinyanyikan oleh seorang malat atau utusan mempelai pria yang syairnya bercerita tentang kehadiran mempelai pria untuk menjemput mempelai wanitanya. Lalu malat dari mempelai wanita akan membalas dengan tembang bersyairkan sang mempelai wanita siap dijemput. Setelah mendapat persetujuan, mempelai pria pun membuka pintu dan menggendong mempelai wanita menuju tandu untuk dibawa ke rumah keluarga pria tanpa didampingi orang tua.
Mesegehagung
Prosesi selanjutnya adalah upacara Mesegehagung yang merupakan ritual penyambutan mempelai wanita di kediaman mempelai pria. Kedua mempelai diturunkan dari tandu dan bersiap melangsungkan upacara Mesegehagung. Lalu mempelai wanita dan ibu dari mempelai pria bersama menuju kamar pengantin. Di dalam kamar, ibu dari mempelai pria membuka kain kuning yang dikenakan mempelai wanita lalu menukarnya dengan uang kepeng satakan (mata uang kuno) senilai dua ratus kepeng.
Mekala-Kalaan: Menyucikan Jiwa Raga
Mekala-kalaan mengandung makna mengawali kehidupan sebagai pasangan suami istri dengan kesucian. Merupakan bagian penting dalam rangkain upacara pernikahan adat Bali, upacara ini merupakan wujud ikrar suci pasangan pengantin di hadapan Tuhan, yang disaksikan keluarga dan masyarakat setempat. Secara simbolis upacara Mekala-kalan bertujuan untuk membersihkan mempelai dari pengaruh energi negatif untuk menapaki kehidupan berumah tangga menuju keluarga yang bahagia. Urutan prosesi mekala-kalaan dimulai dengan menyentuhkan kaki pada kala sepetan, jual beli, menusuk tikeh dadakan dan memutuskan benang.
Natab Banten Beduur (Mewidi Wedana)
Usai ritual Mekala-kalaan, dilakukan prosesi Mewidhi Wedana atau Natab Banten Beduur. Pada ritual ini kedua mempelai sembahyang di depan bebanten (sajen), lalu sembahyang di tempat pemujaan/pura keluarga. Sembahyang ini dipimpin oleh pemangku sanggah dan diantar oleh para pini sepuh. Prosesi tersebut bertujuan menyampaikan kepada para leluhur, bahwa ada pendatang baru yang akan menjadi bagian dari anggota keluarga dan akan melanjutkan keturunannya. Semua itu menandai sahnya pernikahan pasangan pengantin di hadapan Tuhan, adat, dan masyarakat.
Upacara Ma Pejati atau Mejamuan
Prosesi ini juga disebut Mepamit yaitu berpamitan atau perpisahan. Dilaksanakan di sanggah milik pihak pengantin wanita beberapa hari setelah pernikahan, memiliki makna berpamitan kepada para leluhur yang berasal dari pihak mempelai wanita, karena ia sudah menikah dan telah menjadi tanggung jawab keluarga pengantin pria. Pada prosesi tersebut kedua mempelai beserta keluarga dan kerabat dekat mendatangi keluarga wanita. Mereka membawa sesajen (banten) berupa ketipat bantal, sumping, cerocot, apem, wajik, dan sebagainya, serta aneka penganan tradisional berwarna putih dan merah.
Itulah sederet prosesi pernikahan adat Bali: unik dan indah sekali bukan? Pernikahan tradisional di Indonesia selalu sukses mencuri perhatian dengan makna dan tradisi di dalamnya. Pernikahan adat mana nih yang kalian ingin tahu lebih dalam lagi Brides? Share di sini yuk!