Suamiku dan Pekerjaannya

By Rebebekka on under How To, Relationship

“Pokoknya sebisa mungkin aku tidak akan mau menikah dengan orang yang kerja di bank. Aku nggak mau kalau nanti ditinggal lembur terus.” Seperti itulah kalimat gegabah yang keluar dari mulut saya tentang bayangan suamiku dan pekerjaannya yang ketika itu masih bekerja di sebuah bank swasta. Saya melihat sendiri ketika saya lembur sampai lewat tengah malam bersama para pegawai pria yang rata – rata sudah menikah. Saya pun kemudian iseng bertanya kepada mereka.

“Pak! Lembur terus begini memang istrinya gak ngambek, Pak?”

“Yah masa ngambek, Bek? Kan  saya cari nafkah halal. Istri saya sudah paham kalau punya suami orang accounting ya begini deh. Menjelang closing harus rela tidur sama guling dulu, hehehe,” jawab bapak itu sambil berkelakar.

Beberapa tahun kemudian, doa saya pun terjawab. Saya memang tidak berjodoh dengan orang perbankan, melainkan seorang construction engineer. Namun apa bisa dikata, pekerjaan suami saya ternyata menuntunya untuk pulang malam apabila sedang terlibat dalam beberapa proyek. Terlebih lagi, saya bisa ditinggal berminggu-minggu apabila suami saya harus melakukan business trip ke luar kota!

Namun saya menyadari ketika saya menerima dia sebagai suami, tentu saya harus menerima dia dengan satu paket dari semua yang melekat pada dirinya. Lagipula dibalik jam kerjanya yang padat, saya bangga memiliki suami seorang engineer. Saya selalu merasakan kemudahan apabila ada barang dirumah yang rusak. Suami saya selalu memiliki solusi untuk memperbaikinya. Selain itu ia juga pintar hitung – hitungan! Mengimbangi otak kanan saya yang lemah ini, hehehe. Suami selalu berpesan kepada saya untuk selalu mendukungnya dalam pekerjaan. Bentuk dukungan yang diminta adalah dengan menjaga dan merawat anak – anak kami, karena saya yang memiliki waktu lebih banyak bersama mereka dibandingkan dengan suami saya. Setiap pagi sebelum berangkat kerja, suami seringkali meminta saya memeluknya. Ia berkata pelukan istrinya merupakan mood booster yang paling besar bahkan mengalahkan segelas kopi baginya. Selain cerita saya, berikut ini adalah sharing story dari sahabat The Bride Dept tentang bagaimana suka dan duka mereka dalam mendukung profesi dan karir suami mereka. Simak untuk jadi inspirasi kamu ya brides!
AO, 1 tahun menikah, istri seorang dokter

“Suami bertugas di IGD yang sistem kerjanya shift. Saat dia jaga malam, jadi yah ditinggal sendirian deh di rumah. Cukup berat situasinya apalagi dalam keadaan hamil seperti ini. Jadi istri seorang dokter kadang membuat gw sadar, gw harus rela suami lebih merawat orang lain dibanding diri kita. Terkadang ketika sudah sampai di rumah ga bisa ngobrol lagi karena dia sudah terlalu lelah. Tapi positifnya, dengan jadwal kerjanya yang seperti itu bikin kita jadi bisa jalan – jalan pas weekday. Selain itu irit biaya ke dokter, kalau sakit cukup periksa ke suami saja, hehe.”

IS, 5 tahun menikah, Istri Produser TV Swasta

“Saya selalu senang ketika suami bercerita tentang pekerjaannya. Keahlian dia memang di bidang ini dan terlihat dia suka dengan pekerjaannya. Saya belajar banyak hal dari pekerjaan suami.Namun jam kerjanya memang tidak bisa diprediksi. Semua tergantung program apa yang sedang dikerjakannya. Jika sedang menangani program yang santai maka jam kerjanya seperti karyawan biasa. Namun jika menangani program yang cukup ribet biasanya saya harus ditinggal keluar kota dan bahkan mengambil jadwal weekend. Saya mendukungnya dengan selalu bertanya soal perkembangan program yang sedang dia pegang. Mengingatkan suami untuk selalu ikhlas dalam bekerja. Saya juga mencoba untuk tidak banyak mengeluh di depannya. Kalaupun mau protes karena ditinggal kerja keluar kota, protesnya dibikin lucu – lucuan, bukan yang protes trus berujung ngambek dan bete. Kesimpulannya, saya bangga dengan pekerjaan suami saya.

DG, 6 tahun menikah, Istri Seorang Entrepreneur

“Di awal pernikahan, kami berdua sama – sama bekerja, lalu saya resign karena fokus mengurus anak pertama. Saat itu kami bisa dibilang berkecukupan dengan gaji suami saya di sebuah perusahaan telekomunikasi ternama. Namun suami bertekad untuk mewujudkan impiannya dan memutuskan resign agar dapat fokus pada bisnisnya. Awal – awal suami merintis bisnisnya itu menjadi masa – masa dimana keuangan keluarga kami kolaps. Puji Tuhan, saat ini bisnisnya sudah mulai berkembang dan kami mulai kembali menata keuangan keluarga kami. Saya suka mendengar cerita suami tentang bisnisnya yaitu dunia startup digital dimana hal itu merupakan sesuatu yang benar – benar baru buat saya. Saya senang ketika melihat suami bisa mengikuti passion-nya dalam pekerjaan dia. Bentuk dukungan saya adalah dengan mendoakan dan mendengarkan keluh kesahnya. Oia, sama mijitin kepalanya kalau dia lagi pusing dan banyak pikiran, hehehe.

RT, 10 tahun menikah, Istri Seorang PNS

“Jadwal kerja suami sebagai PNS tidak seketat di perusahaan swasta. Kadang – kadang bisa ambil cuti dadakan misalkan ada keperluan keluarga atau anak sedang sakit. Walaupun ditinggal namun saya senang jika suami mendapatkan tugas dinas ke luar kota karena jadi ada tambahan pendapatan bulanan, hehehe. Namun tantangan kehidupan sosial di kantor PNS lebih tinggi sehingga membuat suami mudah stres, kadang saya sebagai istri suka sedih melihatnya.  Saya selalu siap support dengan bersabar kalau – kalau pendapatan sedang turun. Support doa itu pasti, biar suami selalu berada di jalan yang benar dan selalu bersabar serta dimudahkan rejekinya”

DL, 3,5 tahun menikah, Istri Seorang Karyawan BUMN

“Suami saya bekerja di bagian reporting. Kalau sedang closing di awal bulan pulangnya bisa tengah malam bahkan pernah sampai jam 3 dini hari. 3 bulan sekali juga suami harus menginap bersama team-nya untuk menyelesaikan quarter report selama hari. Cara mendukung suami sangat simple, cukup dengan tidak komplain jika suami harus lembur.”

FB, 2 tahun menikah, Istri Seorang Pegawai Bank

“Suami gw tugasnya mengurus prosedur KPR. Jadi gw kalau mau kredit rumah gampang banget prosesnya dan banyak dapat gratisan biaya – biaya, hehehe. Tapi pulangnya selalu malam dan dia suka cek BI checking jadi gw suka ketahuan kalau telat bayar kartu kredit. Bentuk dukungan gw untuk suami ya ga rewel sama suami, ga tanya – tanya dia mau pulang jam berapa, ga suka ngelapor – ngelapor tentang kejadian di rumah waktu jam kerja dia. Jadi di hari Senin – Jumat terserah dia mau kerja sampe jam berapa atau mau main sama temannya setelah kerja, bebaaasss..”

AW, 4 tahun menikah, Istri Seorang Mahasiswa S2

“Awalnya suami bekerja di PU, namun dia memutuskan untuk sekolah lagi setelah mendapatkan beasiswa dari perusahaan. Memang sih waktu dia jadi cukup banyak karena berhenti bekerja sementara. Jadi kita bisa sering – sering pacaran lagi. Tetapi penghasilan jadi jauh berkurang, kita jungkir balik buat nutupin kebutuhan sehari – hari. Saat dia mau berangkat ke Jerman dan butuh banyak uang buat tes ILETS dan segala macam kebutuhan, gw sampe ngerelain sebagian dari perhiasan gw buat digadaikan. Gw mencoba ga banyak ngeluh, apalagi waktu itu lagi hamil muda. Satu hal lagi dukungan gw yang paling nyata buat suami adalah dengerin cerita dia tentang kuliahnya yang gw ga mengerti dan ga minat sama sekali. Dia kadang suka berapi – api semangat banget cerita tentang kuliahnya dan gw sok berusaha dengerin dengan seksama. Yaa, mungkin sama aja kaya ketika gw lagi cerita tentang gosip artis Indonesia atau American Next Top Model, pasti dia ga ngerti tapi terus berusaha dengerin gw.”

WW, 4 tahun menikah, Istri Seorang Programmer

“Punya suami ahli di bidang IT menyenangkan karena jadi dimudahkan segala macam urusan komputer, apalagi gw kan gaptek padahal gw dagang online. Cuma karena dia jago IT, gw berasa dihack terus. Dia selalu tahu gw ada dimana, sudah kaya intel saja. Entah diapakan HP gw, jadi ga bisa boong kalau jalan – jalan mulu, hehehe. Dia kalau sudah serius sama kerjaannya pasti keliatan. Nah! kalau sudah begitu gw ga akan ganggu sedikit pun.”

FA, 5 tahun menikah, Istri Seorang Polisi

“Polisi itu jam kerjanya ga pasti, karena wajib berdedikasi dengan negara selama 24 jam dalam 7 hari. Suami merintis karirnya benar – benar dari bawah. Pendapatan masih ngepas itupun dialokasikan untuk sekolah suami. Menjadi istri dari seorang polisi juga mewajibkan saya bergabung dalam komunitas Bhayangkari dimana kadang membuat saya tercengang dan harus kuat mental demi mendampingi suami. Suami saya dinas di luar Jakarta dan saya kerja di Jakarta sehingga kami harus menjalani LDR. Pernah ketika saya sedang kangen suami dan meneleponnya. Di sela – sela perbincangan, suami malah berteriak karena ternyata ia sedang mengejar maling dan ada suara tembakan! Awal – awal saya stres, lama – lama jadi terbiasa. Namun memiliki suami seorang polisi membuat saya memiliki banyak kemudahan seperti saat membuat SIM dan lain lain, hehehe. Saya juga jadi lebih banyak belajar tentang hukum. Saya selalu mendoakan suami agar dia selalu diberi perlindungan dalam menjalankan tugas. Walaupun saat ini saya belum bisa secara fisik menemani dia bertugas disana namun saya selalu mendukung dan berusaha mengikuti semua kegiatan yang mewajibkannya didampingi oleh istri.

Inspiratif sekali ya brides cerita tentang bagaimana para istri – istri tersebut mendukung suaminya. Memang benar kata pepatah “di balik kesuksesan seorang pria, selalu ada wanita yang hebat.” Dari cerita – cerita tersebut, bisa terlihat ternyata mendukung suami bisa dilakukan dari hal kecil ya, seperti dengan tidak bawel dan mau bersabar dalam keeadaan apapun. Nah, bagaimana dengan kamu brides? Apa pekerjaan calon suami kamu? Siapkah kamu mendukung karir dan segala impiannya? Siapkah kamu menerima suami dengan pekerjaan yang melekat pada dirinya? Jangan cuma mau terima gajinya saja ya, hehehe.