Vendor That Make This Happened
What is your dream wedding? Pernah terpikir nggak untuk melangsungkan salah satu acara pernikahan kamu di luar negeri? Annisa Pagih (Ann) dan Timothy Jorma Matindas (Tim) memiliki cerita yang unik nih tentang exchange vow ceremony mereka di New Zealand. Yuk kita simak ceritanya!
“Kami tidak mengadakan resepsi besar-besaran seperti umumnya pernikahan di Indonesia. Setelah berbagai pertimbangan, kami memutuskan mengalokasikan dana untuk elopement dan honeymoon. Selain tidak akan menguras tabungan, kami bisa mewujudkan mimpi having a ‘wild wedding’ yang unik and once in a lifetime! After all, We are both introverts and and we thought that celebrating our love in private, would be more intimate and memorable,” cerita Ann.
Bukan suatu hal yang mudah untuk mengadakan pernikahan di luar negeri, apalagi tidak mengundang keluarga dan teman-teman terdekat. Dibutuhkan komunikasi yang baik dari kedua belah pihak. Beruntung Ann dan Tim memiliki karakteristik keluarga yang mirip, dimana lebih mengedepankan logika dan kenyamanan jangka panjang. “Dengan menjelaskan kalau ini akan menjadi momen yang sangat memorable untuk kami, plus penggunaan dana yang lebih efektif, mereka pun mendukung sepenuhnya,” kata Ann.
Dengan latar belakang suku dan budaya campuran dari kedua pasangan, mereka lebih memilih untuk tidak menggunakan prosesi adat sehingga konsep pernikahan menjadi lebih modern. Sebelum Ann dan Tim pergi ke New Zealand, mereka mengadakan acara lamaran dan akad dihari yang sama di Hilton Bandung. Pada hari itu mereka khusus meluangkan waktu untuk quality time bersama keluarga yang acaranya diurus oleh pihak keluarga.
Acara lamaran dan akad yang disatukan membuat hari tersebut menjadi lebih bermakna sekaligus praktis. Kedua keluarga pun menikmati acara untuk mengenal satu sama lain karena berlangsung seharian. Teman-teman mereka pun mengerti dan mendukung keinginan mereka yang tidak mengadakan resepsi, apalagi setelah melihat betapa bahagianya mereka berdua setelah honeymoon. Bahkan tak sedikit teman-teman mereka yang terinspirasi membuat acara pernikahan serupa.
Awalnya Ann dan Tim sempat terpikir untuk membuat resepsi besar, setelah melalui beberapa pertimbangan rasanya mereka bukan pasangan yang “ahli” membuat pesta, akhirnya mereka memutuskan untuk benar-benar mengikuti kata hati dan membuat konsep pernikahan yang sesuai dengan kepribadiannya. Ann pun nekat untuk mencari konsep yang unik dan sengaja didesain hanya untuk berdua. Sesuatu yang simple, namun akan menjadi hari terindah bagi mereka, yaitu dengan bertukar janji sehidup semati di puncak tertinggi di pegunungan salju The Remarkables dan Cecil’s Peak.
Menurut mereka tidak ada dekorasi yang lebih indah dari ciptaan Tuhan, itulah mengapa Ann dan Tim memilih pemandangan alam dari puncak pegunungan. Mereka hanya membawa speaker yang melantunkan La Vie En Rose dan beberapa lagu klasik untuk mengiringi ceremony. Karena keheningan dari lokasi yang mereka pilih, setiap kata yang terucap terasa lebih khidmat. Yang juga menjadi kejutan menyenangkan, adalah air danau yang begitu biru dan hamparan gunung emas di Cecil’s Peak, menjadi background yang sempurna bagi Ann dan Tim, karena biru adalah warna favorit Tim, dan hitam-emas adalah warna favorit Ann. Setelah exchanging vows, mereka berangkat ke puncak The Remarkables yang paling tinggi, untuk bertemu dengan salju abadi dan pemandangan seluruh kota Queenstown. Disini mereka juga melakukan first dance sebagai suami istri, champagne toast dan menikmati sunset.
Untuk mempersiapkan ceremony di New Zealand, Ann mulai mempersiapkan semuanya selama tiga bulan. Mulai dari memesan bouquet, menjahit gaun, mencari tiket, membuat visa dan booking venue, dokumentasi, helikopter dan celebrant. Riset seputar New Zealand adalah bagian paling penting, karena mereka tidak dapat melihat venue dan mengurusnya secara langsung. Pengetahuan seputar cuaca dan suhu, medan di pegunungan, memilih celebrant berlisensi dan mengurus izin melangsungkan pernikahan, izin dokumentasi (seperti penggunaan drone di area tertentu dilarang karena dekat dengan airport), jumlah penumpang (termasuk detail berat tubuh masing-masing penumpang!) dalam helikopter, bahkan waktu yang tepat untuk berangkat mengejar sunset benar-benar kami perhatikan.
Ann bercerita kalau keterbatasan waktulah yang menjadi tantangan dalam mempersiapkan pernikahan ini. Mereka tidak sempat survei tempat secara langsung sebelum melangsungkan acara, padahal Ann belum pernah ke New Zealand sebelumnya, sedangkan Tim hanya pernah tinggal disana saat masih kecil dan belum pernah kesana lagi setelah itu. Mereka hanya mengandalkan riset via internet dan komunikasi dengan pengurus venue disana.
Untuk pemilihan hari pun benar-benar harus memperhatikan prakiraan cuaca karena bulan Mei akhir sudah menuju musim dingin. Belum lagi kemungkinan perubahan cuaca dadakan. Semua telah dikomunikasikan dengan pihak venue dan transportasi agar menyiapkan waktu cadangan kalau tiba-tiba cuaca terlalu buruk untuk terbang. Desain gaun pengantin juga disesuaikan dengan medan yang akan dihadapi, agar mudah berjalan di pegunungan, tetap relatif hangat, dan memilih gaya rambut updo dan tidak menggunakan veil untuk menghindari angin yang belum tentu bersahabat. Dibalik gaun panjang putih, Ann memilih menggunakan sneakers demi keamanan dan kenyamanan tentunya, mengingat medan yang dilaluinya cukup terjal.
Ada tips dari Ann untuk para brides-to-be yang ingin melangsungkan pernikahan di luar negeri:
– Set your priority. Kalau anda dan pasangan memiliki pribadi yang extrovert dan memilih untuk merayakan dengan pesta bersama keluarga dan kerabat, go for it! Tapi jika anda tipe introvert seperti saya dan suami, dan memilih private ceremony sekaligus mengalokasikan dana untuk honeymoon dan tabungan masa depan, jangan takut untuk mewujudkannya. After all, your wedding day should be about you, and what makes you really happy.
– Pastikan anda memiliki rencana yang matang dan komunikasikan dengan baik kepada keluarga dan kerabat. Saat mereka mengerti betul visi dan misi melakukan elopement/destination wedding, tentu mereka akan mendukung dan memberi restu.
– Pastikan anda berurusan dengan pihak-pihak yang profesional, apalagi jika mengurusnya dari negara yang berbeda. Pilih vendor yang terpercaya. Ann memilih membuat buket bunga, gaun pengantin, dan membawa tim dokumentasi dari Indonesia agar dapat menjelaskan konsep secara langsung dan sesuai keinginan. Untuk venue dan transportasi tentu saya serahkan ke pihak di NZ karena mereka ahlinya. Pastikan juga semua izin telah diurus sebelum berangkat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
– Karena lokasi yang unik, sesuaikan desain gaun, jas, sepatu, make-up dan hair-do demi kenyamanan dan keamanan. Saat ceremony di NZ, Ann memilih melakukan make-up dan hair-do sendiri karena lebih praktis dan dapat di modifikasi sesuai situasi dan kondisi setempat.
– Last but not least, jalani semuanya dengan santai dan tanpa beban. Karena bagaimanapun bentuk acaranya, at the end of the day, you’ll get to spend the rest of your life with your true love! How lucky is that?